Bila berbicara tentang hukum
perlindungan konsumen maka kita harus pula membicarakan tentang UU. RI No. 8
Tahun 1999 (UUPK). UUPK lahir sebagai jawaban atas pembangunan dan perkembangan
perekonomian dewasa ini. Konsumen sebagai motor penggerak dalam perekonomian
kerap kali berada dalam posisi lemah atau tidak seimbang bila dibandingkan
dengan pelaku usaha dan hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha.
Berdasarkan Penjelasan umum atas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa faktor
utama yang menjadi kelemahan konsumen dalam perdagangan adalah tingkat
kesadaran konsumen masih amat rendah yang selanjutnya diketahui terutama
disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Mengacu pada hal tersebut, UUPK
diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan
konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sehingga diharapkan segala
kepentingan konsumen secara integrative dan komprehensif dapat dilindungi.
Bahwa pembangunan perekonomian
nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung, tumbuhnya dunia usaha
sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan / atau jasa yang, memiliki
kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan
sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan / atau jasa yang diperoleh dari
perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.
Semakin terbukanya pasar nasional
sebagai akibat dari proses globilisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang
dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar. Serta untuk meningkatkan harkat dan
martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta
menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab.
Berdasarkan pertimbangan tersebut
di atas dibentuk Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 untuk mewujudkan keseimbangan
perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta
perekonomian yang sehat.
Asas yang terkandung dalam UU
Perlindungan Konsumen dapat dibagi menjadi menjadi 5 asas utama yakni :
1. Asas
Manfaat : mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2. Asas
Keadilan : partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya
dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3. Asas
Keseimbangan : memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4. Asas
Keamanan dan Keselamatan Konsumen : memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas
Kepastian Hukum : baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
Tujuan dari perlindungan konsumen
adalah segala menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen dalam bentuk antara lain :
1. meningkatkan
kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan / atau jasa;
3. meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen;
4. menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Setelah memahami mengenai segala
yang terkandung dalam undang-undang perlindungan konsumen, maka saya akan
menganalisis mengenai subyek, obyek, peristiwa yang berkaitan dengan konsumen
dan pelaku usaha, penyelesaian sengketa dan sanksinya.
A. SUBYEK
Dalam undang-undang perlindungan
konsumen yang menjadi subyek utama adalah :
a. Konsumen
: setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.
® Kata
tidak untuk diperdagangkan ini berarti konsumen yang dilindungi ialah konsumen
tingkat akhir dan bukanlah konsumen yang berkesempatan untuk menjual kembali
atau reseller consumer.
® Konsumen
dibedakan menjadi dua, yaitu :
· Konsumen
ahkir : pengguna/pemanfaat ahkir dari suatu produk.
· Konsumen
antara : konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses
produksi produk lainnya.
Hak konsumen adalah:
(1) hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
(2) hak untuk
memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
(3) hak atas
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
(4) hak untuk
didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan;
(5) hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
(6) hak untuk
mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
(7) hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
(8) hak untuk
mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
(9) hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban konsumen adalah:
(1) membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
(2) beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
(3) membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
(4) mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
b. Pelaku
usaha : setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi.
Hak pelaku usaha adalah:
(1) hak untuk
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
(2) hak untuk
mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
(3) hak untuk
melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
(4) hak untuk
rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang diperdagangkan;
(5) hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah:
(1) beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
(2) memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
(3) memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
(4) menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
(5) memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
(6) memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
(7) memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
B. OBYEK
Yang menjadi obyek dalam
perlindungan konsumen adalah produk yang dibuat oleh pelaku usaha yang
ditujukan untuk konsumen yang membutuhkan, baik barang maupun jasa.
® Barang
adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.
® Jasa
adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan
bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
® Barang
dan/atau jasa yang harus menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen, dalam arti yang
sederhana, diantara konsumen dan pelaku usaha secara bersamaan mendapatkan
kepuasan atas produk tersebut. Konsumen memperoleh kepuasaan atas penggunaan
produk dan pelaku usaha mendapat kepuasaan atas hasil yang didapatnya atas
suatu produk.
C. PERISTIWA
YANG BERKAITAN DENGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA
Peristiwa yang berkaitan dengan
konsumen dan pelaku usaha antara lain jual beli, sewa menyewa, dan promosi.
1. Jual
beli
Kewajiaban pelaku usaha :
a. Menyerahkan
hak milik atas barang yang diperjual belikan.
b. Menaggung
kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menaggung terhadap cacat
tersembunyi.
Dalam suatu perjanjian jual beli,
salah satu kewajiban pelaku usaha menaggungadanya cacat tersembunyi, jika tidak
dipenuhi berarti prestasi tidak terlaksana.
Cacat tersembunyi merupakan
bentuk wanprestasi, khusus karena wanprestasi ini berbeda dengan wanprestasi
biasa, akibatnya ; barang dan uang kembali (action redhibitoria) atau barang
tetap dibeli, tetapi ada pengurangan harga (action quantiminoris).
Kewajiban pembeli adalah membayar
harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan oleh kedua
belah pihak.
Larangan pelaku usaha dalam
melaksanakan jual beli dengan konsumen antara lain :
a. Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
b. Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap
dan benar.
c. Pelaku
usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang,
dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen
2. Sewa
menyewa
Kewajiban pihak yang menyewakan
antara lain adalah :
a. Menyerahkan
barang yang disewakan.
b. Memelihara
barang supaya dapat dipergunakan si penyewa sebagaimana dimaksudkan, termasuk
melakukan perbaikan besar.
c. Member
kenikmatan tenteram selama perjanjian berlangsung.
Sedangkan kewajiban dari pihak
penyewa sendiri adalah :
a. Memakai
barang sewaaan secara hati-hati dan menurut tujuan dan maksud dari
persetujuansewa menyewa.
b. Membayar
harga sewa pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut.
3. Promosi
Pelaku usaha dilarang melakukan
promosi yang menipu konsumen antara lain dengan bentuk-bentuk sebagai berikut :
1. Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau
jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:
a. barang
tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar
mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
b. barang
tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. barang
dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor persetujuan,
perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori
tertentu;
d. barang
dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
e. barang
dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. barang
tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. barang
tersebut rnerupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. barang
tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. secara
langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. menggunakan
kata-kata yang berlebihan, seperti aman tidak berbahaya, tidak mengandung
risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k. menawarkan
sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
2. Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. harga
atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. kegunaan
suatu barang dan/atau jasa;
c. kondisi,
tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. tawaran
potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. bahwa
penggunaan barang dan/atau jasa.
3. Pelaku
usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang,
dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
a. menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b. menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c. tidak
berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk
menjual barang lain;
d. tidak
menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan
maksud menjual barang yang lain;
e. tidak
menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud
menjual jasa yang lain;
f. menaikkan
harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.
4. Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu,
jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan
waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
5. Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau
jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan
tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
6. Pelaku
usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.
7. Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang, ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a. tidak
melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. mengumumkan
hasilnya tidak melalui media masa;
c. memberikan
hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti
hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan;
8. Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun
psikis terhadap konsumen.
9. Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a. tidak
menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan;
b. tidak
menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
10. Pelaku usaha
periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. mengelabui
konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang
dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b. mengelabui
jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c. memuat
informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d. tidak
memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. mengeksploitasi
kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan;
f. melanggar
etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
D. PENYELESAIAN
SENGKETA
Dalam undang-undang perlindungan
konsumen, ada dua jalur untuk menyelesaikan sengketa, yaitu :
1. Penyelesaian
melalui jalur pengadilan
Penyelesaian sengketa konsumen
melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku
dengan memperhatikan ketentuan dalam pasal 45. Badan peradilannya adalah
peradilan umum.
Pengajuan perkara dapat dilakukan
oleh :
a. Yang
berssangkutan (konsumen)yang dirugikan atau ahli waris atau kuasanya.
b. Sekelompok
konsumen yang dirugikan dan mempunyai kepentingan yang sama (class action).
c. Pihak
ketiga : LPKSM
d. Pemerintah
(apabila kerugian materi sangat besar dan korbannya tidak sedikit.
2. Penyelesaian
diluar pengadilan
Tujuan penyelesaian diluar
pengadilan adalah untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti
rugi, dan/tindakan tertentu guna menjamin tidak terulangnya tindakan atau
kerugian bagi konsumen.
Penyelesaian diluar sengketa ini
diadakan atas permintaan para pihak dengan mekanisme yang dapat dilakukan
adalah negosiasi, mediasi, arbitrasi, jalur “BPSK”.
E. SANKSI-SANKSI
Dibagi menjadi 2 bagian :
1. Secara
khusus : sesuai UUPK.
Artinya perbuatan pelanggaran
yang tercantum dalam undang-undang perlindungan konsumen yang terdapat
sanksinya maka tidak perlu melalui penyelesaian didalam maupun diluar
pengadilan, karena dalam undang-undang perlindungan konsumen sudah terpampang
jelas sanksi-sanksi yang akan dijatuhkan oleh pelanggarnya.
2. Secara
umum
a. Secara
pidana
Ketentuan yang digunakan adalah
KUHP (WvS) dalam hal pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,
cacat tetap atau kematian.
Hukumannya berupa pidana penjara
dan pidana denda.
b. Secara
keperdataan (privat)
Hukumannya berupa ganti
rugi, antara lain : pengembalian uang, penggantian barang, perawatan kesehatan,
pemberian santunan yang bentuk dan besarnya tergantung para pihak atau menurut
ketentuan perundang-undangan.
c. Secara
admninistratif
Hukumannya berupa perampasan
barang tertentu, pengumunan keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah
penghentian kegiatan, penarikan barang dari peredaran, pencabutan izin usaha,
dapat dikenakan bersama dengan pidana penjara dan/atau denda.
Contoh Pelanggaran
KASUS INDOMIE DI TAIWAN
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat
kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk
menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong,
dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk
dari Indomie.
Kasus Indomie kini
mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya
zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang
praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di
dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam
benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan
tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin
melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk
mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging,
ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan
muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Analisis kasus berdasar Undang Undang No 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen
Kasus penarikan indomie di Taiwan dikarena pihak Taiwan menuding mie dari produsen indomie mengandung bahan pengawet yang tidak aman bagi tubuh yaitu bahan Methyl P-Hydroxybenzoate pada produk indomie jenis bumbu Indomie goreng dan saus barberque
Hal ini disanggah oleh Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Permasalahan diatas bila ditilik dengan pandangan dalam hokum perlindungan maka akan menyangkutkan beberapa pasal yang secara tidak langsung mencerminkan posisi konsumen dan produsen barang serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen
Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Analisis kasus berdasar Undang Undang No 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen
Kasus penarikan indomie di Taiwan dikarena pihak Taiwan menuding mie dari produsen indomie mengandung bahan pengawet yang tidak aman bagi tubuh yaitu bahan Methyl P-Hydroxybenzoate pada produk indomie jenis bumbu Indomie goreng dan saus barberque
Hal ini disanggah oleh Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Permasalahan diatas bila ditilik dengan pandangan dalam hokum perlindungan maka akan menyangkutkan beberapa pasal yang secara tidak langsung mencerminkan posisi konsumen dan produsen barang serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen
Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian
Pasal 2 UU NO 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 3 UU NO 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 4 (c) UU NO 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 7 ( b dan d )UU NO 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 2 UU PK adalah tentang tujuan perlindungan konsumen yang akan menyinggung tentang
Menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi.
Meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Perlu ditilik dalam kasus diatas adalah adanya perbedaan standar mutu yang digunakan produsen indomie dengan pemerintahan Thailand yang masing-masing berbeda ketentuan batas aman dan tidak aman suatu zat digunakan dalam pengawet,dalm hal ini Indonesia memakai standart BPOM dan CODEX Alimentarius Commission (CAC) yang diakui secara internasional
Namun hal itu menjadi polemic karena Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan.hal ini yang dijadikan pokok masalah penarikan indomie oleh karana itu akan dilakukan penyelidikan dan investigasi yg lebih lanjut
Pada pasal 3 UU PK menjelaskan tentang asas perlindungan konsumen yang isinya sebagai berikut
Asas keamanan dan keselamatan
konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
Asas keamanan dan keselamatan konsumen digunakan karena sebagai jaminan keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi produk indomie tersebut terlebih sebagian besar konsumen produk indomie di Taiwan adalah TKI yang bekerja disana jadi walaupun UU PK adalah hokum Indonesia tetapi haruslah tetap diberlakukan ditilik dari banyaknya konsumen yang merupakan WNI
Asas manfaat digunakan karena kedua pihak yaitu PT Indofood Sukses Makmur selaku produsen dan Taiwan selaku Konsumen sehingga kedua pihak haruslah sama kedudukannya sehingga kedua belah pihak memperoleh hak-haknya.terlebih PT Indofood sukses malamur selalu menyesuaikan denagn syarat dan peraturan yang berlaku di Taiwan.
Pada Pasal 4 ( C )UU PK adalah menyinggung tentang hak knsumen (konsumen di Taiwan)
Hak atas informasi yang
benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa
Untuk menyikapi hal tersebut PT
Indofood sukses makmur harusnya mencantumkan segala bahan dan juga campuran
yang dugunakan dalam bumbu produk indomie tersebut sehinnga masyarakat/ atau
konsumen di Taiwan tidak rancu dengan berita yang dimuat di beberapa pers di
Taiwan
Pada pasal 7 ( b dan d ) adalah menyinggung tentang
Pada pasal 7 ( b dan d ) adalah menyinggung tentang
Memberikan informasi yang
benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan,perbaikan dan pemeliharaan
menjamin mutu barang dan/atau
jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku
berdasar pasal 7 (b dan d) diatas
maka diwajibkan kepada produsen untuk mencantum segala informasi mengenai
produknya disini adalah kewajiban PT Indofood untuk mencantum informasi bahan
apa saja yang digunakan dalam produknya
Namun, berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Direktur Indofood Franciscus Welirang bahkan menegaskan, isu negatif yang menimpa Indomie menunjukkan produk tersebut dipandang baik oleh masyarakat internasional, sehingga sangat potensial untuk ekspor. Menurutnya, dari kasus ini terlihat bahwa secara tidak langsung konsumen di Taiwan lebih memilih Indomie ketimbang produk mi instan lain.Ini bagus sekali. Berarti kan (Indomie) laku sekali di Taiwan, hingga banyak importir yang distribusi
Namun, berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Direktur Indofood Franciscus Welirang bahkan menegaskan, isu negatif yang menimpa Indomie menunjukkan produk tersebut dipandang baik oleh masyarakat internasional, sehingga sangat potensial untuk ekspor. Menurutnya, dari kasus ini terlihat bahwa secara tidak langsung konsumen di Taiwan lebih memilih Indomie ketimbang produk mi instan lain.Ini bagus sekali. Berarti kan (Indomie) laku sekali di Taiwan, hingga banyak importir yang distribusi
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar